Demam
merupakan bagian dari respons tubuh dalam mengatasi penyakit. Pada saat demam
sebenarnya badan sedang berusaha mengatasi penyakit. Beberapa penyakit yang
diawali dengan gejala demam seperti demam berdarah, campak, rubela, batuk pilek
dalam berbagai tingkat keganasan.
Biasanya kompres menjadi pertolongan pertama
saat demam melanda. Kompres dipercaya dapat mengusir demam. Namun jangan sampai
niat untuk menurunkan suhu tubuh dengan mengonpres justru malah akan membuat
suhu tubuh makin tinggi akibat salah mengompres.
Dr. Herbowo Soetomenggolo Sp.A menjelaskan
bahwa turun atau tidaknya demam dipengaruhi banyak hal terutama penyebab demam
itu sendiri. “Tetapi kompres hangat minimal dapat membuat anak lebih nyaman dan
hampir 90 persen berhasil menurunkan demam,” Herbowo menerangkan. Begitu
mujarabnya kompres, sehingga mayoritas ibu memilih teknik ini saat buah hati
demam.
Akan tetapi sebagian besar ibu salah kaprah
dalam mengompres.
Kompres yang benar
adalah kompres hangat atau air suam kuku.
“Kompres dengan air dingin tidak digunakan lagi karena hanya menurunkan demam
sesaat dan justru akan menimbulkan demam lebih tinggi setelahnya,” Herbowo
mengingatkan.
Salah kaprah berikutnya yang sering ibu
lakukan, mengompres di jidat. Ini salah. Herbowo mengingatkan prinsip kompres
hangat, membuat seluruh reseptor demam di tubuh menyadari anak sedang mengalami
lonjakan suhu. Tubuh merespons demam dengan mengeluarkan zat-zat yang bisa
menurunkan demam. Reseptor demam kita ada di seluruh permukaan kulit.
“Jadi bukan di kening saja. Dengan
menghangatkan seluruh permukaan kulit, terjadi pelebaran pembuluh darah di
seluruh kulit sehingga aliran darah bertambah dan panas tubuh makin cepat
dibuang ke udara,” urainya. Kompres mujarab jika tekniknya benar. Caranya?
Teknik
mengompres yang benar dapat adalah dengan menyeka seluruh tubuh anak atau
dengan cara berendam di air hangat atau air suam kuku. Mungkin Anda pernah mendengar pertolongan pertama
dengan kompres alkohol. Sebaiknya metode ini Anda abaikan. Kompres alkohol
sudah tidak digunakan lagi karena dapat menimbulkan efek toksik (keracunan-red)
pada anak.
Demam bukan sesuatu yang berbahaya. Yang patut
Anda antisipasi justru kondisi sesudah demam berlangsung. Segala tindakan dalam
menangani demam berpusat bukan pada seberapa banyak demam dapat ditekan, tetapi
bagaimana agar pasien nyaman meskipun sempat kejang pada 24 jam pertama.
“Penelitian menunjukkan, kejang demam tetap
ada meski demam diturunkan. Kejang demam terjadi pada awal perubahan suhu yang
mendadak. Hanya terjadi pada 2 sampai 4 persen populasi anak demam alias kasus
langka. Kejang tidak menimbulkan kematian, cacat, serta tidak menurunkan
tingkat inteligensi,” paparnya panjang.
Mengompres memang sederhana dan sepele. Hanya
berbekal air, wadah, dan sehelai kain. Lalu, dipadukan dengan banyak minum air
putih. Sesederhana itu. Tapi manfaatnya tak main-main. Jurnal dari Sullivan JE
dan Farrar HC bertajuk Fever and Antipyretic Use in Children menyebut, pada
saat demam kebutuhan cairan meningkat sampai 1,5 kali dari kebutuhan normal.
Jika kekurangan cairan, demam akan meninggi.
Setelah dikompres, perbanyak minum. Fungsinya, menjaga kecukupan cairan dan
mencegah timbulnya panas lebih tinggi. Jangan minum minuman yang mengandung
kafein (teh, kopi-red) karena akan menyebabkan cairan tertarik keluar melalui
kencing sehingga makin kekurangan cairan.
Sebaiknya sediakan termometer untuk
mengantisipasi datangnya demam. Jika tubuh anak Anda sudah terlihat lemas
segeralah bawa ke rumah sakit. Jangan tunggu sampai suhu badan bertambah
tinggi.
“Tidak ada suhu maksimal yang ditentukan. Jika
anak Anda tidak mau minum banyak sehingga terlihat lemah atau terdapat
tanda-tanda dehidrasi, segeralah bawa ke rumah sakit. Selain itu, jika terdapat
tanda gawat lainnya seperti sesak, kejang yang tidak berhubungan langsung
dengan demam, jangan ditunda-tunda,” Herbowo mengimbau.
Jika sudah dikompres, biarkan ia beristirahat.
Jangan bangunkan anak hanya untuk memandikan atau memberi obat penurun panas.
Makin banyak beristirahat, makin cepat sembuh. Hal lain yang patut dicamkan,
tidak ada korelasi antara demam dan makanan pantangan.
“Selama demam dan sakit, metabolisme akan
terganggu. Sebaiknya mengonsumsi makanan yang lunak sehingga mudah dicerna.
Satu lagi, hindari pemakaian baju berlapis dan selimut tebal karena itu malah
menyulitkan kulit untuk melakukan pertukaran panas dengan udara,” pungkas
Herbowo.